LANDASAN HISTORIS PENDIDIKAN
Makalah
Diajukan untuk melengkapi tugas Landasan Pendidikan
Oleh:
Nama : Indah faras Fita N
NIM : 1206101040093
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
2013
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR………………………………………………………………i
DAFTAR
ISI………………………………………………………………….…….ii
BAB
I PENDAHULUAN……………………………………………………….….1
A. Latar
belakang……………………………………………………….…..1
B. Rumusan
masalah…………………………………………………….….2
C. Tujuan…………………………………………………………………....2
BAB
II PEMBAHASAN…………………………………………………………....3
A. Landasan
Historis Kependidikan di Indonesia…………………….…….3
B. Implikasi Sejarah Terhadap
Konsep pendidikan Nasional Indonesia…...13
BAB
III PENUTUP………………………………………………………………..15
A. Daftar
pustaka………………………………………………………….16
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Landasan Historis
Pendidikan” ini kami susun untuk
memenuhi tugas kelompok mata kuliah Landasan pendidikan.
Pada kesempatan ini, dengan tulus ikhlas kami menyampaikan
terima kasih kepada Bapak selaku dosen pembimbing dalam pembuatan makalah ini,
serta teman-teman yang telah memberikan bantuan dan partisipasinya baik dalam
bentuk moril maupun materil untuk keberhasilan dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
banyak kekurangan dan memerlukan banyak perbaikan. Untuk itu kami mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan makalah ini.
saya selaku penyusun berharap semoga
makalah ini ada guna dan manfaatnya bagi para pembaca. Amin.
|
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Secara umum,
pendidikan merupakan segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala
lingkungan dan sepanjang hidup. Secara khusus, pendidikan adalah usaha sadar
yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah, melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan,
yang berlangsung di dalam dan luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan
peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup
secara tepat di masa yang akan datang.
Tujuan
pendidikan di Indonesia adalah untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang
Pancasilais yang dimotori oleh pengembangan afeksi, seperti sikap suka belajar,
tahu cara belajar,rasa percaya diri, mencintai prestasi tinggi, punya etos
kerja, kreatif dan produktif, serta puas akan sukses yang akan dicapai. Pendidikan
Nasional Indonesia Merdeka secara formal dimulai sejak Indonesia
mendeklarasikan kemerdekaannya kepada dunia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Pendidikan Nasional Indonesia Merdeka ini merupakan kelanjutan dari cita-cita
dan praktek-praktek pendidikan masa lampau yang tersurat atau tersirat masih
menjadi dasar penyelenggaraan pendidikan ini.
Dalam proses
pertumbuhan menjadi negara maju, Indonesia telah mengalami berbagai perubahan, termasuk
bidang pendidikannya. Perubahan- perubahan itu merupakan hal yang wajar karena perubahan
selalu dipengaruhi oleh berbagai factor yang bisa berganti selaras dengan
perkembangan serta tuntutan zaman pada saat itu. Tidaklah mengherankan apabila
system pendidikan yang kita anut segera setelah merdeka adalah sistem kontinental
karena kontak kita pada saat itu adalah dengan negara-negara Eropa, khususnya
negeri Belanda (Dardjowidjojo, 1991: ix)
Pengambilalihan
sistem kontinental itu tentu kita lakukan dengan penuh kesadaran bahwa sistem tersebut
belum tentu cocok dan langgeng dengan perkembangan pendidikan yang kita
kehendaki. Setelah kita merdeka dan menerapkan sistem pendidikan kontinental
sekitar lima windu, kita dapati bahwa pendidikan dengan sistem Eropa tidak
cocok lagi dengan tuntutan perkembangan zaman (Dardjowodjojo, 1992: 1).
Proses
pendewasaan pun berlanjut, dan pengalaman telah banyak mengajarkan kepada kita untuk
memetik mana yang baik dan mana yang buruk. Keadaan politik nasional dan internasional,
perekonomian dunia, hubungan antar bangsa, dan peran yang dimainkan bangsa
Indonesia pun bergeser dan berubah, yang sedikit banyak mendorong kita untuk
melakukan penyesuaian- penyesuaian tertentu.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang menjadi landasan historis Pendidikan Nasional
Indonesia?
2.
Apa implikasi konsep pendidikan yang bersumber dari landasan
historis ini?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui bagaimana landasan historis pendidikan di
Indonesia.
2.
Untuk menjadikan landasan historis pendidikan itu sebagai
tolok ukur agar pendidikan dimasa sekarang berkembang lebih baik lagi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Landasan Historis Kependidikan di Indonesia
Sejarah atau
history keadaan masa lampau dengan segala macam kejadian atau kegiatan yang
didasari oleh konsep-konsep tertentu. Sejarah penuh dengan informasi-informasi
yang mengandung kejadian, model, konsep, teori, praktik, moral, cita-cita,
bentuk dan sebagainya (Pidarta, 2007: 109).
Informasi-informasi
di atas merupakan warisan generasi terdahulu kepada generasi muda yang tidak
ternilai harganya. Generasi muda dapat belajar dari informasi-informasi ini
terutama tentang kejadian-kejadian masa lampau dan memanfaatkannya untuk
mengembangkan kemampuan diri mereka. Sejarah telah member penerangan, contoh,
dan teladan bagi mereka dan semuanya ini diharapkan akan dapat meningkatkan peradaban
manusia itu sendiri di masa kini dan masa yang akan datang. Misalnya, Indonesia
dan negara-negara lainnya pada tahap awal perkembangan ekonomi mereka telah
mengembangkan sistem pendidikan yang baik dan berdasarkan kebudayaan
tradisional.
Pada masa kolonial, sistem pendidikan
berkembang dengan berdasar pada sistem pendidikan sebelumnya ini. Pada masa
modern seperti sekarang, sistem pendidikan yang berlaku juga berdasarkan
pengembangan dari sistem pendidikan kolonial (Williams, 1977: 17). Dengan kata
lain, tinjauan landasan sejarah atau historis Pendidikan Nasional Indonesia
merupakan pandangan ke masa lalu atau pandangan retrospektif (Buchori, 1995:
vii). Pandangan ini melahirkan studi-studi historis tentang proses perjalanan
pendidikan nasional Indonesia yang terjadi pada periode tertentu di masa yang
lampau. Perjalanan sejarah pendidikan di tanah air yang sangat panjang, bahkan
semenjak jauh sebelum kita menacapai kemerdekaan pada tahun 1945, baik sebagai
aktivitas intelektualisasi dan budaya maupun sebagai alat perjuangan politik
untuk membebaskan bangsa dari belenggu kolonialisme, telah diwarnai oleh
bermacam-macam corak (Sigit, 1992: xi) .
Menjelang 68
tahun Indonesia merdeka, dengan system politik sebagai penjabaran demokrasi
Pancasila di Era Reformasi ini yang telah mewujudkan pola Pendidikan Nasional
seperti sekarang, kita mulai dapat melihat dengan ke arah mana partisipasi
masyarakat dalam ikut serta menyelenggarakan pendidikan itu.
Semua corak tersebut
memiliki pandangan atau dasar pemikiran yang hamper sama tentang pendidikan;
pendidikan diarahkan pada optimasi upaya pendidikan sebagai bagian integral
dari proses pembangunan bangsa. Di samping itu, pendidikan memiliki peranan strategis
menyiapkam generasi berkualitas untuk kepentingan masa depan. Pendidikan
dijadikan sebagai institusi utama dalam upaya pembentuk sumber daya manusia
(SDM) berkualitas yang diharapkan suatu bangsa. Apalagi kini semakin dirasakan
bahwa SDM Indonesia masih lemah dalam hal daya saing (kemampuan kompetisi) dan daya
sanding (kemampuan kerja sama) dengan bangsa lain di dunia (Anzizhan, 2004: 1).
Dengan
demikian, setiap bidang kegiatan yang ingin dicapai manusia untuk maju, pada
umumnya dikaitkan dengan bagaimana keadaan bidang tersebut pada masa yang
lampau (Pidarta, 2007: 110). Demikian juga halnya dengan bidang pendidikan.
Sejarah pendidikan merupakan bahan pembanding untuk memajukan pendidikan suatu bangsa.
Berikut ini
adalah pembahasan landasan sejarah kependidikan di Indonesia yang meliputi:
1.
SEJARAH PENDIDIKAN DUNIA
Perjalanan
sejarah pendidikan dunia telah lama berlangsung, mulai dari zaman Hellenisme
(150 SM-500), zaman pertengahan (500-1500), zaman Humanisme atau Renaissance
serta zaman Reformasi dan Kontra Reformasi (1600-an). Namun pendidikan pada
zaman ini belum memberikan kontribusinya pada pendidikan zaman sekarang . Oleh
karena itu, pendidikan pada zaman ini tidak dijabarkan dalam makalah ini. Makalah
ini membahas sejaran pendidikan dunia yang meliputi zaman-zaman: (1) Realisme,
(2) Rasionalisme, (3) Naturalisme, (4) Developmentalisme, (5) Nasionalisme, (6)
Liberalisme, Positivisme, dan Individualisme, serta (7) Sosialisme.
a.
Zaman Realisme
Seiring
berkembangnya ilmu pengetahuan alam yang didukung oleh penemuan-penemuan ilmiah
baru, pendidikan diarahkan pada kehidupan dunia dan bersumber dari keadaan
dunia pula, berbeda dengan pendidikan-pendidikan sebelumya yang banyak
berkiblat pada dunia ide, dunia surga dan akhirat. Realisme menghendaki pikiran
yang praktis (PIdarta, 2007: 111-14). Menurut aliran ini, pengetahuan yang
benar diperoleh tidak hanya melalui penginderaan semata tetapi juga melalui persepsi
penginderaan (Mudyahardjo, 2008: 117).
Tokoh-tokoh
pendidikan zaman Realisme ini adalah Francis Bacon dan Johann Amos Comenius. Sedangkan
prinsip-prinsip pendidikan yang dikembangkan pada zaman ini meliputi:
·
Pendidikan lebih dihargai daripada pengajaran,
·
Pendidikan harus menekankan aktivitas sendiri,
·
Penanaman pengertian lebih penting daripada hafalan,
·
Pelajaran disesuaikan dengan perkembangan anak,
·
Pelajaran harus diberikan satu per satu, dari yang paling
mudah,
·
Pengetahuan diperoleh dari metode berpikir
induktif
(mulai dari menemukan fakta-fakta khusus kemudian dianalisa sehingga
menimbulkan simpulan) dan anak-anak harus belajar dari realita alam, Pendidikan
bersifat demokratis dan semua anak harus mendapatkan kesempatan yang sama untuk
belajar.
b.
Zaman Rasionalisme
Aliran ini
memberikan kekuasaan pada manusia untuk berfikir sendiri dan bertindak untuk
dirinya, karena itu latihan sangat diperlukan pengetahuannya sendiri dan
bertindak untuk dirinya. Paham ini muncul karena masyarakat dengan kekuatan
akalnya dapat menumbangkan kekuasaan Raja Perancis yang memiliki kekuasaan
absolut. Tokoh pendidikan pada zaman ini pada abad ke-18 adalah John Locke.
Teorinya yang terkenal adalah leon Tabularasa, yaitu mendidik seperti menulis
di atas kertas putih dan dengan kebebasan dan kekuatan akal yang dimilikinya
manusia digunakan unutk membentuk pengetahuannya sendiri. Teori yang
membebaskan jiwa manusia ini bisa mengarah kepada hal-hal yang negatif, seperti
intelektualisme, individualisme, dan materialisme (ibid.: 114-15).
c.
Zaman Naturalisme
Sebagai reaksi
terhadap aliran Rasionalisme, pada abad ke-18 muncullah aliran Naturalisme
dengan tokohnya, J. J. Rousseau. Aliran ini menentang kehidupan yang tidak
wajar sebagai akibat dari Rasionalisme,
seperti korupsi, gaya hidup yang dibuat-buat dan sebagainya. Naturalisme menginginkan
keseimbangan antara kekuatan rasio dengan hati dan alamlah yang menjadi guru, sehingga
pendidikan dilaksanakan secara alamiah (pendidikan alam). Naturalisme
menyatakn bahwa manusia
didorong oleh kebutuhan-kebutuhannya, dapat menemukan jalan
kebenaran di dalam dirinya
sendiri (Mudyaharjo, 2008: 118).
d.
Zaman Developmentalisme
Zaman
Developmentalisme berkembang pada abad ke-19. Aliran ini memandang pendidikan
sebagai suatu proses perkembangan jiwa sehingga aliran ini sering disebut
gerakan psikologis dalam pendidikan. Tokoh-tokoh aliran ini adalah: Pestalozzi,
Johan Fredrich Herbart, Friedrich Wilhelm Frobel, dan Stanley Hall. Konsep
pendidikan yang dikembangkan oleh aliran
ini meliputi:
·
Mengaktualisasi semua potensi anakyang masih laten, membentuk
watak susila dan kepribadian yang harmonis, serta meningkatkan derajat social manusia.
·
Pengembangan ini dilakukan sejalan dengan tingkat-tingkat
perkembangan yang melalui observasi dan eksperimen.
·
Pendidikan adalah pengembangan pembawaan (nature) yang
disertai asuhan yang baik (nurture).
·
Pengembangan pendidikan mengutamakan perbaikan pendidikan
dasar dan pengembangan pendidikan universal.
e.
Zaman Nasionalisme
Zaman
nasionalisme muncul pada abad ke-19 sebagai upaya membentuk patriot-patriot
bangsa dan mempertahankan bangsa dari kaum imperialis. Tokoh-tokohnya adalah La
Chatolais (Perancis), Fichte (Jerman), dan Jefferson (Amerika Serikat). Konsep
pendidikan yang ingin diusung oleh aliran ini adalah:
·
Menjaga, memperkuat, dan mempertinggi kedudukan negara,
·
Mengutamakan pendidikan sekuler, jasmani, dan kejuruan,
·
Materi pelajarannya meliputi: bahasa dan kesusastraan
nasional, pendidikan kewarganegaraan, lagu-lagu kebangsaan, sejarah dan
geografi Negara, dan pendidikan jasmani.
Akibat negatif
dari pendidikan ini adalah munculnya chaufinisme, yaitu kegilaan atau kecintaan
terhadap tanah air yang berlebih-lebihan di beberapa Negara, seperti di Jerman,
yang akhirnya menimbulkan pecahnya Perang Dunia I (Pidarta, 2007: 120-21).
f.
Zaman Liberalisme, Positivisme, dan Individualisme.
Zaman ini
lahir pada abad ke-19. Liberalisme berpendapat bahwa pendidikan adalah alat
untuk memperkuat kedudukan penguasa/pemerintahan yang dipelopori dalam bidang
ekonomi oleh Adam Smith dan siapa yang banyak berpengetahuan dialah yang
berkuasa yang kemudian mengarah pada individualisme. Sedangkan positivism percaya
kebenaran yang dapat diamati oleh panca indera sehingga kepercayaan terhadap
agama semakin melemah. Tokoh aliran positivisme adalah August Comte (ibid.:
121).
g.
Zaman Sosialisme
Aliran sosial
dalam pendidikan muncul pada abad ke-20 sebagai reaksi terhadap dampak
liberalisme, positivisme, dan individualisme. Tokoh-tokohnya adalah Paul
Nartrop, George Kerchensteiner, dan John Dewey.
Menurut aliran
ini, masyarakat memiliki arti yang lebih penting daripada individu. Ibarat
atom, individu tidak ada artinya bila tidak berwujud benda. Oleh karena itu,
pendidikan harus diabdikan untuk tujuan- tujuan sosial (ibid.: 121-24).
2.
SEJARAH PENDIDIKAN
INDONESIA
Pendidikan di
Indonesia memiliki sejarah yang cukup panjang. Pendidikan itu telah ada sejak zaman
kuno/tradisional yang dimulai dengan zaman pengaruh agama Hindu dan Budha,
zaman pengaruh Islam, zaman penjajahan, dan zaman merdeka. Mudyahardjo dan Nasution
menguraikan masing-masing zaman tersebut secara lebih terperinci. Berikut ini
adalah uraian dan rincian perjalanan sejarah pendidikan Indonesia:
1.
Zaman Pengaruh Hindu dan Budha
Hinduisme and
Budhisme datang ke Indonesia sekitar abad ke-5. Hinduisme dan Budhisme merupakan
dua agama yang berbeda, namun di Indonesia keduanya memiliki kecenderungan sinkretisme,
yaitu keyakinan mempersatukan figure Syiwa dengan Budha sebagai satu sumber
Yang Maha Tinggi. Motto pada lambang Negara Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal
Ika , secara etimologis berasal dari keyakinan tersebut. Tujuan pendidikan pada
zaman ini sama dengan tujuan kedua agama tersebut. Pendidikan dilaksanakan
dalam rangka penyebaran dan pembinaan kehidupan bergama Hindu dan Budha.
2.
Zaman Pengaruh Islam (Tradisional)
Islam mulai masuk ke
Indonesia pada akhir abad ke-13 dan mencakup sebagian besar Nusantara pada abad
ke-16. Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia sejalan dengan perkembangan penyebaran
Islam di Nusantara, baik sebagai agama maupun sebagai arus kebudayaan. Pendidikan
Islam pada zaman ini disebut Pendidikan Islam Tradisional. Tujuan pendidikan
Islam adalah sama dengan tujuan hidup Islam, yaitu mengabdi sepenuhnya kepada
Allah SWT sesuai dengan ajaran yang disampaikan oleh Nabi Muhammad s.a.w. untuk
mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Pendidikan Islam
Tradisional ini tidak diselenggarakan secara terpusat, namun banyak diupayakan
secara perorangan melalui para ulamanya di suatu wilayah tertentu dan
terkoordinasi
oleh para wali di Jawa,
terutama Wali Sanga.Sedangkan di luar Jawa, Pendidikan Islam yang dilakukan
oleh perseorangan yang menonjol adalah di daerah Minangkabau.
3.
Zaman Pengaruh Nasrani
(Katholik dan Kristen)
Bangsa
Portugis pada abad ke-16 bercita-cita menguasai perdagangan dan perniagaan
Timur- Barat dengan cara menemukan jalan laut menuju dunia Timur serta
menguasai bandar-bandar dan daerah-daerah strategis yang menjadi mata rantai
perdagaan dan perniagaan.
Di samping
mencari kejayaan (glorious) dan kekayaan (gold), bangsa Portugis datang ke
Timur (termasuk Indonesia) bermaksud pula menyebarkan agama yang mereka anut,
yakni Katholik (gospel). Pada akhirnya pedagang Portugis menetap di bagian
timur Indonesia tempat rempah-rempah itu dihasilkan. Namun kekuasaan Portugis
melemah akibat peperangan dengan raja-raja di Indonesia dan akhirnya dilenyapkan
oleh Belanda pada tahun 1605. Dalam setiap operasi perdagangan, mereka
menyertakan para paderi misionaris Paderi yang terkenal di Maluku, sebagai salah
satu pijakan Portugis dalam menjalankan misinya, adalah Franciscus Xaverius
dari orde Jesuit. Orde ini didirikan oleh Ignatius Loyola (1491-1556) dan
memiliki tujuan yaitu segala sesuatu untuk keagungan yang lebih besar dari
Tuhan. Yang dicapai dengan tiga cara: memberi khotbah, memberi pelajaran, dan pengakuan.
Orde ini juga mempunyai organisasi pendidikan yang seragam: sama di mana pun
dan bebas untuk semua. Xaverius memandang pendidikan sebagai alat yang ampuh
untuk penyebaran agama. Sedangkan pengaruh Kristen berasal dari orang-orang
Belanda yang datang pertama kali tahun1596 di bawah pimpinan Cornelis de
Houtman dengan tujuan untuk mencari rempah-rempah. Untuk menghindari persaingan
di antara mereka, pemerintah Belanda mendirikan suatu kongsi dagang yang
disebut VOC (vreenigds Oost Indische Compagnie) atau Persekutuan Dagang Hindia Belanda
tahun 1602. Sikap VOC terhadap pendidikan adalah membiarkan terselenggaranya
Pendidikan Tradisional di Nusantara, mendukung diselenggarakannya sekolah-sekolah
yang bertujuan menyebarkan agama Kristen. Kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh
VOC terutama dipusatkan di bagian timur Indonesia di mana Katholik telah
berakar dan di Batavia (Jakarta), pusat administrasi colonial. Tujuannya untuk melenyapkan
agama Katholik dengan menyebarkan agama Kristen Protestan, Calvinisme.
4.
Zaman Kolonial Belanda
VOC pada
perkembangannya diperkuat dan dipersenjatai dan dijadikan benteng oleh Belanda yang
akhirnya menjadi landasan untuk menguasai daerah di sekitarnya. Lambat laun
kantor dagang itu beralih dari pusat komersial menjadi basis politik dan
territorial. Setelah pecah perang kolonial di berbagai daerah di tanakh air,
akhirnya Indonesia jatuh seluruhnya di bawah pemerintahan Belanda.
Pada tahun
1816 VOC ambruk dan pemerintahan dikendalikan oleh para Komisaris Jendral dari Inggris.
Mereka harus memulai system pendidikandari dasar kembali, karena pendidikan pada
zaman VOC berakhir dengan kegagalan total. Ide-ide liberal aliran Ufklarung
atau Enlightement, yang mana mengatakan bahwa pendidikan adalah alat untuk
mencapai kemajuan ekonomi dan social, banyak mempengaruhi mereka. Oleh karena
itu, kurikulum sekolah mengalami perubahan radikal dengan masuknya ide-ide
liberal tersebut yang bertujuan mengembangkan kemampuan intelektual,
nilai-nilai rasional dan sosial. Pada awalnya kurikulum ini hanya diterapkan untuk
anak-anak Belanda selama setengah abad ke-19. Setelah tahun1848 dikeluarkan
peraturan pemerintah yang menunjukkan bahwa pemerintah lambat laun menerima
tanggung jawab yang lebih besar atas pendidikan anak-anak Indonesia sebagai hasil
perdebatan di parlemen Belanda dan mencerminkan sikap liberal yang lebih menguntungkan
rakyat Indonesia (ibid.: 10-13). Pada tahun 1899 terbit sebuah atrikel oleh Van
Deventer berjudul Hutang Kehormatan dalam majalah De Gids. Ia menganjurkan agar
pemerintahnnya lebih memajukan kesejahteraan rakyat Indonesia. Ekspresi ini
kemudian dikenal dengan Politik Etis dan bertujuan meningkatkan kesejahteraan
rakyat melalui irigasi, transmigrasi, reformasi, pendewasaan, perwakilan yang
mana semua ini memerlukan peranan penting pendidikan
Di samping
itu, Van Deventer juga mengembangkan pengajaran bahasa Belanda. Menurutnya,
mereka yang menguasai Belanda secara kultural lebih maju dan dapat menjadi
pelopor bagi yang lainnya.
Sejak dijalankannya Politik Etis ini tampak kemajuan yang lebih pesat dalam
bidang pendidikan selama beberapa dekade. Pendidikan yang berorientasi Barat
ini meskipun masih bersifat terbatas untuk beberapa golongan saja, antara lain anak-anak
Indonesia yang orang tuanya adalah pegawai pemerintah Belanda, telah
menimbulkan elite intelektual baru. Golongan baru inilah yang kemudian berjuang
merintis kemerdekaan melalui pendidikan.
Perjuangan yang masih
bersifat kedaerahan berubah menjadi perjuangan bangsa sejak berdirinya Budi
Utomo pada tahun 1908 dan semakin meningkat dengan lahirnya Sumpah Pemuda tahun
1928. Setelah itu tokoh-tokoh pendidik lainnya adalah Mohammad Syafei dengan
Indonesisch Nederlandse School-nya, Ki Hajar Dewantara dengan Taman Siswa-nya,
dan Kyai Haji Ahmad
Dahlan dengan Pendidikan
Muhammadiyah-nya yang semuanya mendidik anak-anak agar bisa
mandiri dengan jiwa.
5.
Zaman Kolonial Jepang
Perjuangan bangsa
Indonesia dalam masa penjajahan Jepang tetap berlanjut sampai cita-cita untuk
merdeka tercapai. Walaupun bangsa Jepang menguras habis-habisan kekayaan alam
Indonesia, bangsa Indonesia tidak pantang menyerah dan terus mengobarkan
semangat 45 di hati mereka. Meskipun demikian, ada beberapa segi positif dari penjajahan
Jepang di Indonesia. Di bidang pendidikan, Jepang telah menghapus dualism pendidikan
dari penjajah Belanda dan menggantikannya dengan pendidikan yang sama bagi
semua orang. Selain itu, pemakaian bahasa
Indonesia secara luas
diinstruksikan oleh Jepang untuk di pakai di lembaga-lembaga pendidikan, di kantor-kantor,
dan dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini mempermudah bangsa Indonesia untuk merealisasi
Indonesia merdeka. Pada tanggal 17 Agustus 1945 cita-cita bangsa Indonesia menjadi
kenyataan ketika kemerdekaan Indonesia diproklamasikan kepada dunia.
6.
Zaman Kemerdekaan (Awal)
Setelah
Indonesia merdeka, perjuangan bangsa Indonesia tidak berhenti sampai di sini
karena gangguan-gangguan dari para penjajah yang ingin kembali menguasai
Indonesia dating silih berganti sehingga bidang pendidikan pada saai itu
bukanlah prioritas utama karena konsentrasi bangsa Indonesia adalah bagaimana
mempertahankan kemerdekaan yang sudah diraih dengan perjuangan yang amat berat.
Tujuan pendidikan belum dirumuskan dalam suatu undang-undang yang mengatur
pendidikan. Sistem persekolahan di Indonesia yang telah dipersatukan oleh
penjajah Jepang terus disempurnakan. Namun dalam pelaksanaannya belum tercapai
sesuai dengan yang diharapka bahkan banyak pendidikan di daerah-daerah tidak
dapat dilaksanakan karena faktor keamanan para pelajarnya. Di samping itu, banyak
pelajar yang ikut serta berjuang mempertahankan kemerdekaan sehingga tidak dapat
bersekolah.
7.
Zaman ‘Orde Lama’
Setelah
gangguan-gangguan itu mereda, pembangunan untuk mengisi kemerdekaan mulai digerakkan.
Pembangunan dilaksanakan serentak di berbagai bidang, baik spiritual maupun
material. Setelah diadakan konsolidasi yang intensif, system pendidikan
Indonesia terdiri atas: Pendidikan Rendah, Pendidikan Menengah, dan Pendidikan Tinggi.
Dan pendidikan harus membimbing para siswanya agar menjadi warga negara yang bertanggung
jawab. Sesuai dengan dasar keadilan sosial, sekolah harus terbuka untuk
tiap-tiap penduduk negara.
Di samping
itu, Pendidikan Nasional zaman ‘Orde Lama’ adalah pendidikan yang dapat
membangun bangsa agar mandiri sehingga dapat menyelesaikan revolusinya baik di
dalam maupun di luar; pendidikan yang secara spiritual membina bangsa yang
ber-Pancasila dan melaksanakan UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi
Terpimpin, Kepribadian Indonesia, dan merealisasikan ketiga kerangka tujuan
Revolusi Indonesia sesuai dengan Manipol yaitu membentuk Negara Kesatuan Republik
Indonesia berwilayah dari Sabang sampai Merauke, menyelenggarakan masyarakat
Sosialis Indonesia yang adil dan makmur, lahir-batin, melenyapkan kolonialisme,
mengusahakan dunia baru, tanpa penjajahan, penindasan dan penghisapan, ke arah
perdamaian, persahabatan nasional yang sejati dan abadi.
8.
Zaman ‘Orde Baru’
Orde Baru
dimulai setelah penumpasan G-30S pada tahun 1965 dan ditandai oleh upaya
melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Haluan penyelenggaraan pendidikan
dikoreksi dari penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh Orde Lama yaitu
dengan menetapkan pendidikan agama menjadi mata pelajaran dari sekolah dasar sampai
dengan perguruan tinggi. Menurut Orde Baru, pendidikan adalah usaha sadar untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam sekolah dan di luar sekolah dan
berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumahtangga,
sekolah dan masyarakat(Ibid.: 422, 433). Pendidikan pada masa memungkinkan
adanya penghayatan dan pengamalam Pancasila secara meluas di masyarakat, tidak
hanya di dalam sekolah sebagai mata pelajaran di setiap jenjang pendidikan.
Di samping
itu, dikembangkan kebijakan link and match di bidang pendidikan. Konsep
keterkaitan dan kepadanan ini dijadikan strategi operasional dalam meningkatkan
relevansi pendidikan dengan kebutuhan pasar (Pidarta, 2008: 137-38). Inovasi- inovasi
pendidikan juga dilakukan untuk mencapai sasaran pendidikan yang diinginkan.
Sistem pendidikannya adalah sentralisasi dengan berpusat pada pemerintah pusat.
Namun demikian, dalam dunia pendidikan pada masa ini masih memiliki beberapa
kesenjangan. Buchori dalam Pidarta (2008: 138-39) mengemukakan beberapa
kesenjangan, yaitu (1) kesenjangan okupasional (antara pendidikan dan
dunia kerja), (2)
kesenjangan akademik (pengetahuan yang diperoleh di sekolah kurang bermanfaat
dalam kehidupan sehari-hari), (3) kesenjangan kultural (pendidikan masih banyak
menekankan pada pengetahuan klasik dan humaniora yang tidak bersumber dari
kemajuan ilmu
dan teknologi), dan (4)
kesenjangan temporal (kesenjangan antara wawasan yang dimiliki dengan wawasan
dunia terkini). Namun demikian keberhasilan pembangunan yang menonjol pada
zaman ini adalah (1) kesadaran beragama dan kenagsaan meningkat dengan pesat, (2)
persatuan dan kesatuan bangsa tetap terkendali, pertumbuhan ekonomi Indonesia
juga meningkat.
9.
Zaman ‘Reformasi’
Selama Orde
Baru berlangsung, rezim yang berkuasa sangat leluasa melakukan hal-hal yang mereka
inginkan tanpa ada yang berani melakukan pertentangan dan perlawanan, rezim ini
juga memiliki motor politik yang sangat kuat yaitu partai Golkar yang merupakan
partai terbesar saat itu. Hampir tidak ada kebebasan bagi masyarakat untuk melakukan
sesuatu, termasuk kebebasan untuk berbicara dan menyaampaikan pendapatnya. Begitu
Orde Baru jatuh pada tahun 1998 masyarakat merasa bebas bagaikan burung yang
baru lepas dari sangkarnya yang telah membelenggunya selama bertahun-tahun.
Masa Reformasi
ini pada awalnya lebih banyak bersifat mengejar kebebasan tanpa program yang
jelas. Sementara itu, ekonomi Indonesia semakin terpuruk, pengangguran
bertambah banyak, demikian juga halnya dengan penduduk miskin. Korupsi semakin hebat
dan semakin sulit diberantas. Namun demikian, dalam bidang pendidikan ada
perubahan- perubahan dengan munculnya Undang-Undang Pendidikan yang baru dan
mengubah system pendidikan sentralisasi menjadi desentralisasi, di samping itu
kesejahteraan tenaga kependidikan perlahan-lahan meningkat. Hal ini memicu
peningkatan kualitas profesional mereka. Instrumen- instrumen untuk mewujudkan
desentralisasi pendidikan juga diupayakan, misalnya MBS (Manajemen Berbasis
Sekolah), Life Skills (Lima Ketrampilan Hidup), dan TQM (Total Quality Management).
B.
Implikasi Sejarah Terhadap Konsep pendidikan Nasional
Indonesia
Masa lampau
memperjelas pemahaman kita tentang masa kini. Sistem pendidikan yang kita
miliki sekarang adalah hasil perkembangan pendidikan yang tumbuh dalam sejarah
pengalaman bangsa kita pada masa yang telah lalu. Pembahasan tentang landasan
sejarah di atas
memberi implikasi
konsep-konsep pendidikan sebagai berikut:
a.
Tujuan Pendidikan
Pendidikan
diharapkan bertujuan dan mampu mengembangkan berbagai macam potensi peserta didik
serta mengembangkan kepribadian mereka secara lebih harmonis. Tujuan pendidikan
juga diarahkan untuk mengembangkan aspek keagamaan, kemanusiaan, kemanusiaan,
serta kemandirian peserta didik. Di samping itu, tujuan pendidikan harus
diarahkan kepada hal-hal yang praktis dan memiliki nilai guna yang tinggi yang
dapat diaplikasikan dalam
dunia kerja nyata.
b.
Proses Pendidikan
Proses
pendidikan terutama proses belajar- mengajar dan materi pelajaran harus
disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik, melaksanakan metode
global untuk pelajaran bahasa, mengembangkan kemandirian dan kerjasama siswa
dalam pembelajaran, mengembangkan pembelajaran lintas disiplin ilmu, demokratisasi
dalam pendidikan, serta mengembangkan ilmu dan teknologi.
c.
Kebudayaan Nasional
Pendidikan
harus juga memajukan kebudayaan nasional. Emil Salim dalam Pidarta mengatakan
bahwa kebudayaan nasional merupakan puncak-puncak budaya daerah dan menjadi
identitas bangsa Indonesia agar tidak ditelan oleh budaya global.
d.
Inovasi-inovasi Pendidikan
Inovasi-inovasi
harus bersumber dari hasil-hasil penelitian pendidikan di Indonesia, bukan
sekedar konsep-konsep dari dunia Barat sehingga diharapkan pada akhirnya
membentuk konsep- konsep pendidikan yang bercirikan Indonesia.
BAB III
PENUTUP
Dari rangkaian
masa dalam sejarah yang menjadi landasan historis kependidikan di Indonesia,
kita dapat menyimpulkan bahwa masa-masa tersebut memiliki wawasan yang tidak
jauh berbeda satu dengan yang lain. Mereka sama-sama menginginkan pendidikan
bertujuan mengembangkan individu peserta didik, dalam arti memberi kesempatan
kepada mereka untuk mengembangkan potensi mereka secara alami dan seperti ada
adanya, tidak perlu diarahkan untuk kepentingan kelompok tertentu.
Sementara itu,
pendidikan pada dasarnya hanya memberi bantuan dan layanan dengan menyiapkan
segala sesuatunya. Sejarah juga menunjukkan betapa sulitnya perjuangan mengisi
kemerdekaan dibandingkan dengan perjuangan mengusir penjajah. Dengan demikian
mereka berharap hasil pendidikan dapat berupa ilmuwan, innovator, orang yang
peduli dengan lingkungan serta mampu memperbaikinya, dan meningkatkan peradaban
manusia.
Hal ini
dikarenakan pendidikan selalu dinamis mencari yang baru, memperbaiki dan
memajukan diri, agar tidak ketinggalan jaman, dan selalu berusaha menyongsong
zaman yang akan datang atau untuk dapat hidup dan bekerja senafas dengan semangat
perubahan zaman.
Akhir kata,
pendidikan mewariskan peradaban masa lampau sehingga peradaban masa lampau yang
memiliki nilai-nilai luhur dapat dipertahankan dandiajarkan lalu digunakan
generasi penerus dalam kehidupan mereka
di masa sekarang. Dengan mewariskan dan menggunakan karya dan pengalaman masa
lampau, pendidikan menjadi pengawal , perantara, dan pemelihara peradaban.
Dengan
demikian, pendidikan memungkinkan peradaban masa lampau diakui eksistensinya
dan bukan merupakan “harta karun” yang tersia-siakan.
DAFTAR PUTAKA
Anzizhan, Syafaruddin.
2004. Sistem Pengambilan Keputusan Pendidikan. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Buchori, Mochtar. 1995.
Transformasi Pendidikan. Jakarta: IKIP Muhammadiyah Jakarta Press.
Dardjowidjojo, Soenjono.
1991. Pedoman Pendidikan Tinggi. Jakarta: PT. Gramedia Widisarana Indonesia.
Dardjowidjojo, Soenjono.
1992. PTS dan Potensinya di Hari Depan: Memoir Seorang PUrek I. Jakarta: PT.
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Mudyahardjo, Redja. 2008.
Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal tentang Dasar-Dasar Pendidikan pada
Umumnya dan Pendidikan di indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Nasution, S. 2008. Sejarah
Pendidikan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Pidarta, Made. 2007.
Landasan Pendidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Sigit, Sardjono. 1992.
Peranan dan Partisipasi Perguruan Swasta di Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia
Wiiliams, Gareth. 1977.
Towards Lifelong Education: A New Role for Higher Education Institutions.
Paris: UNESCO.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar